BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Arsip adalah "rekaman informasi, tanpa memandang media atau karakteristiknya, dibuat atau diterima organisasi yang digunakan untuk menunjang operasional" (Ricks,1992:3). Sedangkan menurut UU No. 7 Tahun 1971 Arsip yaitu naskah-naskah yang dibuat atau diterima oleh lembaga-lembaga negara dan badan pemerintahan, swasta, atau perorangan dalam bentuk dan corak apapun dalam rangka pelaksanaan kegiatan administrasi atau bukti transaksi atau penyelenggaraan kehidupan kebangsaan. Arsip tidak pernah diciptakan secara khusus namun arsip merupakan hasil samping dari kegiatan organisasi atau instansi.
Begitu pentingnya nilai kegunaan arsip dalam suatu instansi maupun organisasi – organisasi tertentu, membuat organisasi ataupun instansi tersebut harus melakukan penyimpanan terhadap arsip – arsip tersebut. Hal ini dikarenakan dinamika kegiatan pemerintahan, pembangunan dan kehidupan berbangsa dan bernegara terekam secara nyata didalam arsip atau dokumen yang merupakan suatu peristiwa penting bagi Negara tersebut untuk diketahui oleh masyarakat luas atau untuk instansi – instansi / organisasi – organisasi yang membutuhkannya. Karena hal itu merupakan suatu bentuk pertanggungjaban seseorang, kelompok, organisasi ataupun instansi – instansi terkait baik langsung maupun tidak langsung.
Berdasarkan hal tersebut diatas arsip pun digolongkan atas tingkat nilai keguanan sementara dan nilai kegunaan permanent tergantung dari besar kecilnya instansi atas arsip tersebut. Perbedaan nilai kegunaan inipun menyebabkan cara penyimpanan arsip juga berbeda antara satu dengan yang lainnya. Arsip yang frekuensi penggunaannya sudah sangat rendah yang digunakan kurang dari enam kali dalam satu tahun (standar International Council on Archives), harus disimpan di tempat yang nilai ekonominya lebih rendah, yaitu Unit Kearsipan (Records Centre) sebagai arsip in aktif.
Persoalannya adalah bahwa di Indonesia belum ditemukan tradisi menghitung frekuensi penggunaan berkas. Dalam situasi seperti ini ada kecendenderungan anggapan di Unit Pengolah, bahwa arsip yang masih sesekali digunakan dianggap masih aktif dan hanya arsip yang sudah tidak digunakan saja yang disebut in aktif. Akibat langsung dari kecendrungan ini ialah bahwa Unit Kearsipan diidentikkan dengan tempat penyimpanan sampah, atau bahkan petugas arsip pada Unit Kearsipan cenderung dianggap tidak ada sama saja. Selain itu tempat penyimpanan arsip juga seringkali menjadi masalh. Begitu banyak arsip yang dihasilkan setiap harinya membuat pihak penyimpan arsip / arsiparis bingung untuk menyimpan arsip – arsip tersebut.
Untuk itu dilakukanlah suatu usaha untuk memusnahkan arsip – arsip tersebut oleh instansi, oragnisasi, atau kelompok tersebut.
1.2. Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Mahasiswa mengetahui arti dari pemusnahan atau retensi arsip
2. Mahasiswa dapat mengetahui syarat –syarat pemusnahan arsip
3. Mahasiswa dapat mengetahui cara – cara pemusnahan arsip
4. Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Manajemen kearsipan.
1.3 Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas maka kami membuat rumusan masalah yang ditinjau dari jenis – jenis arsip yang dapat dimusnahkan maka, kemudian timbul pertanyaan, prosedur apa yang harus dipenuhi dan bagaimana cara atau metode yang dapat ditempuh dalam pemusnahan arsip.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Kajian Teoritis
Menurut Drs. Agus Salim Retensi arsip adalah pemunahan arsip/dokumen menghapus keberadaannya dari tempat penyimpanan arsip. Hal ini adalah tindakan menghancurkan secara fisik. Sedangkan menurut Surat Edaran Bersama Komisi Pemilihan Umum dan Arsip Nasional Republik Indonesia Nomor : 03/SEB/KPU/TAHUN 2006 dan KN.00/02/36/2006 bahwa pemusnahan arsip adalah kegiatan pemusnahan arsip yang tidak mempunyai nilai kegunaan dan telah melampaui jangka waktu penyimpanan. Jadi secara umum retensi arsip merupakan tindakan memusnahkan arsip secara fisik dengan meninggalkan identitas arsip dimana arsip – arsip tersebut telah melewati batas waktu penyimpanan dan nilai fungsi atau keguanaannya telah pudar bahkan tidak memiliki nilai kegunaan lagi.
2.2 Pengelompokan Arsip dan Jenis Arsip Yang Dapat Dimusnahkan
Namun sebelum dilakukannya retensi arsip maka pihak arsiparis harus meneliti terlebih dahulu arsip – arsip yang akan dimusnahkan dengan membagi arsip menurut beberapa jenis berdasarkan
1. Administrasi merupakan nilai guna yang berhubungan dengan tanggung jawab kedinasan
2. Hukum merupakan nilai guna yang berhubungan dengan tanggung jawab kewenangan.
3. Fiskal merupakan nilai guna yang berhubungan dengan tanggung jawab keuangan.
4. Ilmiah tekhnologi merupakan nilai guna yang berhubungan dengan tanggun jawab intelektual / prestasi budaya.
Pembagian arsip diatas merupakan pembagian arsip berdasarkan nilai guna primer yang prinsipnya adalah nilai yang melekat pada kepentingan operasional instansi yang bersangkutan.
Pembagian arsip berdasarkan nilai guna primer tidak dapat dijadikan acuan untuk dapat memusnahakan arsip begitu saja karena selain memiliki nilai guna primer arsip juga memiliki nilai guna sekunder yang berkaitan dengan bukti pertanggungjawaban nasional dan atau pelestarian budaya bangsa. Namun hanya sebagian kecil arsip yang memiliki nilai guna sekunder. Yang termasuk dalam nilai guna sekunder adalah:
1. Nilai guna informasi yang pada prinsipnya yaitu semua hal yang mengenai pristiwa / fenomena orang / organisasi / tempatyang menjadi bagian langsung dari arus pristiwa nasional dan / tokoh nasional.
2. Nilai guna evidential merupakan arsip bukti keberadaan sejarahwan lembaga, pencipta (creating agency) arsip yang besangkutan atau keberadaan suatu fenomena sejarah, termasuk semua arsip produk hukumyang bersifat mengatur dari instansi yang bersangkutan dan bukti prestasi budaya / intelektual yang bersifat original.
Dalam prinsipnya semua arsip yang memiliki nilai guna sekunder merupakan arsip yang bernilai permanen, artinya harus dilestarikan keberadaannya.
Dari pengelompokkan arsip diatas maka dapat dibuat alur perjalanan arsip hingga arsip tersebut dapat dimusnahkan yaitu sebagai berikut:
1. Arsip Aktif
2. Arsip Inaktif
3. Arsip Nonaktif
4. Arsip Dimusnahkan
2.3 Penyimpanan Arsip dan JRA (Jadwal Retensi Arsip)
Apabila telah dilakukan deteksi atau mengelompokan arsip tersebut kedalam jenis yanag telah disepakati maka dilakukanlah penyimpanan arsip berdasarkan fungsi tersebut dan dibuatlah jadwal retensi masing – masing arsip tersebut dalam JRA (Jadawal Retensi Arsip). Sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 1979, sebuah JRA setidak‑tidaknya harus berisi informasi tentang tiga hal, yaitu jenis arsip, jangka simpan dan keterangan. Berdasarkan ketentuan tersebut untuk penentuan model JRA terbuka luas, sesuai kebutuhan instansi masing‑masing. Artinya dapat dilakukan pembuatan lebih rinci, misalnya menyangkut jangka, simpan aktif, inaktif, dan lain‑laini.
2.4 Persyaratan Retensi Arsip
Retensi arsip dilakukan apabila arsip – arsip tersebut telah melampaui batas Jadwal Retensi Arsip (JRA ) dengan syarat – syarat sebagai berikut:
1. Yang berhak menentukan arsip yang dapat dimusnahkan adalah DPAUM
2. Apabila arsip yang berasal dari suatu instansi atau lembaga tertentu, pihak arsiparis harus mengirimkan surat persetujuan pemusnahan arsip kepada lembaga atau instansi tersebut, dengan dilampiri DPAUM kepada ANRI
3. Setelah pihak instansi atau lembaga tersebut telah menerima surat persetujuan pemusnahan arsip maka pihak instansi harus membuat surat keputusan arsip – arsip apa saja yang akan dimusnahkan.
4. Pelaksanaan pemusnahan disaksikan oleh minimal 2 (dua) orang dari pejabat hukum dan pemusnahan.
5. Pelaksanaan harus disertai berita acara dan daftar arsip yang dimusnahkan minimal rangkap dua.
6. Pemusnahan arsip dilaksanakan secara total sehingga fisik dan informasinya tidak dapat dikenali lagi.
7. Dokumen pemusnahan arsip diantaranya : rekomendasi tim, Surat Persetujuan Kepala ANRI, Surat Keputusan Direktur Instansi terkait, berita acara dan daftar arsip yang dimusnahkan, disimpan sebagai arsip yang sudah dimusnahkan.
8. Apabila terdapat jenis arsip yang tidak dapat dimusnahkan maka Kepala ANRI merekomendasikan jenis arsip tersebut untuk diserahkan ke lembaga kearsipan.
2.5 Cara Pemusnahan Arsip
1. Dengan Pembakaran arsip
2. Penghancuran dengan bahan kimia
3. Penghancuran dengan mesin penghancur kertas
Masing – masing arsip cara pemusnahannya menggunakan metode yang berbeda – beda, tergantung dengan bentuk dan jenis arsip yang akan dimusnahkan.
BAB III
PENYIMPANAN ARSIP
A. Sistem Penyimpanan
Penyimpan arsip yang diartikan dalam uraian ini adalah suatu kegiatan pemberkasan dan penataan arsip dinamis, yang penempatannya secara aktual menerapkan suatu sistem tertentu, yang biasa disebut sistem penempatan arsip secara aktual.
Kegiatan pemberkasan dan penataan arsip dinamis tersebut popular dengan sebutan “filingSystem". Para ahli kearsipan kelihatannya sepakat untuk menyatakan bahwa filling system yang digunakan atau dipakai untuk kegiatan penyimpanan arsip terdiri dari:
(a) Sistem Abjad,
(b) Sistem angka/nomor (numerik),
(c) Sistem Wilayah,
(d) Sistem subyek, dan
(e) Sistem Urutan Waktu (kronologis).
Disamping kelima sistem di atas, banyak arganisasi atau instansi yang menerapkan sistem kombinasi.
B. Peralatan Kearsipan
Peralatan yang dipergunakan dalam bidang kearsipan pada dasarnya sebagian besar sama dengan alat-alat yang dipergunakan dalam bidang ketatausahaan pada umumnya, Peralatan yang dipergunakan terutama untuk penyimpanan arsip, minimal terdiri dari:
1. Map, yaitu berupa lipatan kertas atau karton manila yang dipergunakan untuk menyimpan arsip. Jenisnya terdiri dari map biasa yang sering disebut stopmap folio, Stopmap bertali (portapel), map jepitan (snelhechter), map tebal yang lebih dikenal dengan sebutan ordner atau brieforner. Penyimpanan ordner lebih baik dirak atau lemari, bukan di dalam filing cabinet dan posisi penempatannya bisa tegak. Sedangkan Stopmap folio dan snelhechter penyimpanannya dalam posisi mendatar, atau tergantung (bila yang dipakai snelhechter gantung) di dalam filing cabinet, sedangkan portapel sebaiknya disimpan dalam lemari karena dapat memuat banyak lembaran arsip.
2. Folder: merupakan lipatan kertas tebal/karton manila berbentuk segi empat panjang yang gunanya untuk menyimpan atau menempatkan arsip, atau satu kelompok arsip di dalam filing cabinet. Bentuk folder mirip seperti stopmap folio, tetapi tidak dilengkapi daun penutup, atau mirip seperti snelhechter tetapi tidak dilengkapii dengan jepitan. Biasanya folder dilengkapi dengan tab, yaitu bagian yang menonjoll dari folder yang berfungsi untuk menempatkan kode-kode, atau indeks yang menunjukkan isi folder yang bersangkutan.
3. Guide adalah lembaran kertas tebal tau karton manila yang dipergunakan sebagai penunjuk dan atau sekat/pemisah dalam penyimpanan arsip. Guide terdiri dari dua bagian, yaitu tab guide yang berguna untuk mencantumkan kode- kode, tanda-tanda atau indeks klasifikasi (pengelompokan) dan badan guide itu sendiri. Jumlah guide yang diperlukan dalam sistem filing adalah sebanyak pembagian pengelompokan arsip menurut subyeknya. Misalnya guide pertama untuk menempatkan tajuk (heading) subyek utama (main subyek), guide kedua untuk menempatkan sub-subyek, guide ketiga untuk yang lebih khusus lagi, demikian seterusnya.
4. Filing cabinet (file cabinet) adalah perabot kantor berbentuk persegi empat panjang yang diletakkan secara vertikal (berdiri) dipergunakan untuk menyimpan berkas-berkas atau arsip. Filing cabinet mempunyai sejumlah laci yang memiiki gawang untuk tempat rnenyangkutkan folder gantung (bila arsip ditampung dalam folder gantung). Filing cabinet terdiri berbagai jenis, ada yang berlaci tunggal, berlaci ganda, horizontal plan file cabinet, drawer type filing cabinet, lateral filing cabinet, dsb.
5. Lemari Arsip: adalah lemari yang khusus digunakan untuk menyimpan arsip. Bentuk dan jenisnya bervasi, namun berkas atau arsip yang disimpan dalam lemari arsip sebaiknya disusun/ditata secara vertical lateral (vertikal berderet kesamping), sehingga susunan arsip di dalam lemari arsip sama dengan susunan arsip yang disusun ditata di dalam rak arsip.
6. Berkas Kotak (Box file) adalah kotak yang dipergunakan untuk menyimpan berbagai arsip (warkat). Setiap berkas kotak sebaiknya diperbgunakan untuk menyimpan arsip yang sejenis, atau yang berisi hal-hal yang sama. Selanjutnya berkas kotak ini akan ditempatkan pada rak arsip, disusun secara vertikal (vertikal berderet ke samping).
7. Rak Arsip adalah sejenis lemari tak berpintu, yang merupakan tempat untuk menyimpan berkas-berkas atau arsip. Arsip ditempatkan dirak susun secara vertikal lateral yang dimulai selalu dari posisi kiri paling atas menuju kekanan, dan seterusnya kebawah
8. Rotary Filling adalah peralatan yang dapat berputar, dipergunakan untuk menyimpan arsip-arsip (terutama berupa kartu).
9. Cardex (Card Index) adalah alat yang dipergunakan untuk menyimpan arsip yang berupa kartu dengan mempergunakan laci-laci yang dapat ditarik keluar memanjang. Kartu- kartu yang akan disipan disebelah atas kartu diberi kode agar lebih mudah dilihat.
10. File yang dapat dilihat (Visible reference record file) adalah alat yang dipergunakan untuk menyimpan arsip-arsip yang bentuknya berupa leflet, brosur, dan sebagainya.
C. Penemuan Kembali Arsip.
Keberhasilan pelaksanaan manajemen arsip dinamis atau arsip aktif, akan nampak dengan jelas, bilamana semua bahan yang dibutuhkan mudah ditemukan kembali, dan mudah pula dikembalikan ke tempat semula. Karena, penemuan atau pencarian dokumen merupakan salah satu kegiatan dalam bidang kearsipan, yang bertujuan untuk menemukan kembali arsip, karena akan dipergunakan dalam proses penyelengaraan administrasi. Menemukan kembali, juga berarti memastikan dimana suatu arsip yang akan dipergunakan itu disimpan, dalam kelompok berkas apa arsip itu berada, disusun menurut sistem apa, dan bagaimana cara mengambilnya.
Menemukan kembali arsip, tidak hanya sekedar menemukan kembali arsip dalam bentuk fisiknya, akan tetapi juga menemukan informasi yang terkandung di dalamnya. Oleh karena itu, penemuan kembali ini sangat berhubungan dengan keakuratan sistem pemberkasan atau penyimpanannya. Kegiatan penemuan kembali merupakan barometer efisiensinya penyajian informasi kearsipan. Siklus penemuan kembali arsip yang dibetuhkan (retrieval/finding cyclus), dan siklus penempatan kembali (filing cyclus) merupakan prosedur yang memerlukan penanganan tersendiri.
Salah satu hal penting yang sering diabaikan dalam penemuan kembali arsip ialah, tidak melakukan pencatatan dalam transaksi peminjaman. Kita sering mengambil arsip tanpa melatui bukti tertulis, atau hanya meminjam lisan saja, bahkan mungkin menggunakannya tanpa seijin petugas, karena merasa sesama teman kantor. Akibatnya, bila kita lupa mengembalikannya, maka arsip itu bisa hilang atau tercecer disembarang tempat. Oleh karena itu, bila kita meminjam arsip sebaiknya mempergunakan surat pinjam atau kartu permintaan pinjam melalui petugas yang menanganinya. Untuk menghindari hal itu, maka perlu dibuat lembar/ kartu pinjam arsip. Contoh lembar/kartu pinjam arsip adalah sebagai berikut:
Lembar/Kartu Peminjaman Arsip
1. Kode arsip :
2. Nomor surat :
3. Tanggal surat :
4. Pokok/Hal surat :
5. Peminjaman :
a. Nama :
b. Jabatan :
c. Unit kerja :
6. Tanggal peminjaman :
7. Tanggal pengembalian :
Yang memberikan Yang meminjam
_________________ ________________
Nama Jelas Nama Jelas
Setelah peminjam mengisi lembar peminjaman, maka perlu dipertanyakan apakah peminjam boleh langsung melakukan akses ke laci filling cabinet atau ke lemari arsip?. Sebelum menjawab pertanyaan itu, perlu disampaikan bahwa ada 2 (dua) sistem layanan yaitu: (a) layanan terbuka (opened access) yaitu pengguna diperbolehkan langsung mengambil dokumen yang diingininya dari tempatnya (rak, laci, folder, dsb.), (b) layanan tertutup (closed access), yaitu pengguna tidak diperbolehkan mengambil sendiri dokumen yang diinginkannya dari tempatnya melainkan harus melalui petugas. Biasanya untuk arsip, sistem yang dipakai ialah sistem layanan tertutup.
Kamis, 12 Februari 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar