Minggu, 17 Mei 2009

Perjanjian (Hukum Bisnis)

1. PERIKATAN

A. Pengertian Perikatan

Hukum perikatan diatur dalam Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Pasal 1233 KUH Perdata yang menyebutkan bahwa perikatan lahir dari perjanjian atau dari undang-undang.

Menurut Pitlo perikatan adalah suatu hubungan hukum yang bersifat harta kekayaan antara dua orang atau lebih, atas dasar mana pihak yang satu berhak (kreditur) dan pihak lain berkewajiban (debitur) atas suatu prestasi.

(R. Setiawan, 2 : 1977).


Sedangkan menurut Subekti, perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu. (Subekti, 1 : 1987)

B. Subyek dan Obyek Perikatan

Subyek perikatan adalah pihak kreditur, yaitu pihak yang berhak menuntut atas suatu prestasi dan pihak debitur, yaitu pihak yang berkewajiban menuntut atas suatu prestasi.

Sedangkan obyek dari perikatan adalah prestasi. Prestasi antara lain berupa :

1. Memberi sesuatu

2. Berbuat sesuatu

3. Tidak berbuat sesuatu

C. Hubungan Perikatan dengan Perjanjian

Undang-undang dan perjanjian adalah sumber perikatan. Perikatan merupakan isi dari perjanjian. Perjanjian menerbitkan suatu perikatan antara dua orang yang membuatnya. Perjanjian adalah sumber perikatan disamping sumber lainnya.

2. PERJANJIAN

A. Pengertian Perjanjian

Menurut Subekti yang dimaksud dangan perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada seseorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.


Atau dapat disebut juga bahwa perjanjian adalah perbuatan hukum dimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya atau saling mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.

Dari peristiwa ini timbullah suatu hubungan antara dua orang tersebut yang dinamankan perikatan.

B. Asas-Asas Hukum Perjanjian Dalam KUH. Perdata

a. Asas Kebebasan Berkontrak

Setiap orang bebas membuat kontrak dan mengatur sendiri isi perjanjian asal tidak bertentangan dengan undang-undang, kebiasaan dan kesusilaan.

Pasal 1338 KUH. Perdata berbunyi Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.”

Dari asas ini dikenal timbul perjanjian bernama (perjanjian yang namanya dan ketentuannya telah diatur oleh KUH. Perdata, seperti jual beli, sewa menyewa dan lain sebagainya) dan perjanjian tidak bernama

(perjanjian yang timbul dalam dunia bisnis yang belum diatur dalam

KUH Perdata, seperti sewa beli, leasing).

b. Asas Pacta sunt servanda

Artinya suatu kontak yang dibuat secara sah mempunyai ikatan hukum atau menjadi undang-undang bagi para pihak yang membuatnya.

c. Hukum Kontrak bersifat hukum mengatur

Artinya hukum tentang kontrak tersebut baru berlaku sepanjang para pihak tidak mengatur lain, kecuali undang-undang menentukan lain.


C. Sahnya Perjanjian

Pasal 1320 KUH Perdata menyebutkanbahwa untuk sahnya suatu perjanjian harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;

2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;

3. Suatu hal tertentu;

4. suatu sebab yang halal;

Sepakat yang mengikatkan dirinya mengandung pengertian :

1. Subyek yang mengadakan perjanjian harus bersepakat, setuju, seia sekata mengenai hal-hal pokok dari perjanjian yang diadakan.

2. Mereka menghendaki sesuatu yang sama secara timbal balik (Subekti,

41 : 1987)

Sebagai pertimbangan adanya unsur kecakapan adalah bahwa pihak-pihak yang membuat perjanjian akan terikat akan isi perjanjian dan menimbulkan akibat hukum.

Pasal 1330 KUH Perdata menyebutkan bahwa orang yang tidak cakap membuat suatu perjanjian adalah:

1. Orang yang belum dewasa;

2. Mereka yang ditaruh dibawah pengampuan;

3. Orang perempuan dalam hal-hal yang ditetapkan undang-undang dan semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu.

Khusus ketentuan yang membatasi hak-hak dari perempuan yang bersuami tidak berlaku lagi berdasarkan Surat Edaran MA No. 3/1983.


Suatu hal tertentu artinya yang menjadi objek perjanjian harus ditentukan jenisnya, agar memudahkan dalam menetapkan hak dan kewajiban jika timbul perselisihan. Pasal 1332 KUH Perdata menyebutkan bahwa barang-barang yang dapat diperdagangkan saja yang dapat menjadi pokok persetujuan.

Syarat sebab yang halal maksudnya bahwa isi perjanjian itu sendiri tidak boleh bertentangan dangan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum.

Apabila salah satu syarat tidak terpenuhi, yaitu syarat sepakat dan kecakapan yang dikenal dengan syarat subjektif, maka perjanjian ini dapat dibatalkan. Artinya salah satu pihak dapat meminta kepada hakim agar perjanjian tersebut dibatalkan.

Sedangkan apabila tidak memenuhi syarat hal tertentu dan sebab yang halal yang dikenal dengan syarat syarat objektif, maka akan berakibat perjanjian tersebut batal demi hukum. Artinya sejak semula perjanjian tersebut dianggap tidak pernah ada.

D. Unsur- Unsur Suatu Perjanjian

Apabila diperhatikan dalam isi perjanjian, maka dapat ditemukan unsur- unsur perjanjian. Unsur-unsur tersebut adalah unsur esensialia, naturalia dan aksidentalia.

Asser membedakan bagian perjanjian yang bagian inti dan bagian bukan inti. Bagian inti termasuk esensialia, bagian non inti terdiri dari naturalia dan aksidentalia.

1. Esensalia adalah bagian yang menurut sifatnya harus ada di dalam perjanjian, yang menentukan atau menyebabkan perjanjian itu tercipta.


Jadi unsur yang sangat penting dalam perjanjian dan tanpa unsur tersebut tidak mungkin ada. Misalnya kesepakatan, para pihak, objek perjanjian.

2. Naturalia merupakan sifat bawaan perjanjian sehingga secara diam- diam melekat pada perjanjian. Bagian dalam undang-undang ditentukan sebagai peraturan yang bersifat mengatur. Contoh jaminan dari penjual bahwa barang tersebut bebas dari cacad tersembunyi.

3. Aksidentalia, yaitu sifat yang melekat pada perjanjian dalam hal secara tegas diperjanjikan oleh para pihak. Atau bagian-bagian yang oleh para pihak ditambahkan dalam perjanjian dimana undang-undang tidak mengaturnya seperti upaya hukum dalam menyelesaikan perselisihan dan domisili para pihak, jual beli beserta isi perabotnya.

E. Wanprestasi

Sebagaimana telah dikemukakan diatas bahwa obyek perikatan adalah prestasi. Jika debitur tidak melaksakan prestasinya yang bukan karena keadaan memaksa maka debitur dianggap lalai atau wanprestasi.

Ada 3 bentuk ingkar janji :

1. Tidak memenuhi prestasi sama sekali.

2. Terlambat memenuhi prestasi.

3. Memenuhi prestasi tetapi tidak sebagaimana yang diperjanjikan.

Tindakan wanprestasi terjadi karena (Munir, 88 :1999)

1. Kelalalaian

2. Kesengajaan

3. tanpa kesalahan (kesengajaan atau kelalaian)

Apabila terjadi wanprestasi maka kreditur dapat menuntut :


1. Pemenuhan perikatan.

2. Pemenuhan perikatan dengan ganti rugi

3. Ganti rugi

4. Pembatalan perjanjian

5. Pembatalan perjanjian dengan ganti rugi.

Tuntutan ganti rugi dapat berupa penggantian :

1. Biaya

2. Rugi

3. Bunga

F. Pembelaan Debitur yang dituduh lalai

Ada 3 macam pembelaan debitur yang dituduh lalai, antara lain :

a. Mengajukan tuntutan adanya keadaan memaksa.

b. Mengajukan bahwa kreditur sendiri juga telah lalai (exception non adimpleti contractus)

c. Mengajukan bahwa kreditur telah melepaskan haknya untuk menunut ganti rugi (rechtsverwerking)

Debitur yang tidak dapat membuktikan bahwa tidak terlaksananya prestasi bukan karena kesalahannya diwajibkan membayar ganti rugi. Sebaliknya debitur bebas dari kewajibannya membayar ganti rugi jika dalam keadaan memaksa.

Dalam keadaan memaksa akibatnya :

1. kreditur tidak lagi memenuhi prestasi.

2. debitur tidak lagi dapat dinyatakan lalai dan karenanya tidak diwajibkan membayar ganti rugi.

3. risiko tidak beralih kepada debitur.

4. kreditur tidak dapat menuntut pembatalan pada persetujuan timbal bali.


3. HAPUSNYA PERIKATAN

Hapusnya perikatan baik yang timbul dari perjanjian dan undang- undang diatur dalam Pasal 1381 KUH. Perdata yaitu :

a. Pembayaran

b. Penawaran pembayaran diikuti dengan penyimpanan atau penitipan

c. Pembaharuan hutang

d. Perjumpaan hutang

e. Percampuran hutang

f. Pembebasan hutang.

g. Musnahnya barang yang terutang

h. Kebatalan dan pembatalan perikatan

i. Berlakunya suatu syarat batal

j. Lewat waktu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar